Notes :: Apa yang ada Dalam Artikel ini Adalah Salinan dari Kanda Yustianto Tallulembang"
Penulis :: Yustianto Tallulembang
"Kita tidak akan disesatkan dengan opini pemerintah Mamasa bersama dengan semua kroni-kroninya bahwa Mamasa sudah maju, aman dan sejahterah sehingga sampai kepada kesimpulan dini bahwa Mamasa ini sudah berubah".
Benar Mamasa sudah berubah! Karena hanya jika kota itu mati, pemerintahnya mati, dan masyarakatnya mati maka perubahan itu sejatinya tidak akan pernah ada. Tapi pertanyaan dasarnya adalah apakah perubahan tersebut sudah berbanding lurus dengan jumlah anggaran yang dikelola oleh pemda Mamasa sejak menjadi daerah otonom dengan rasio pembangunan khususnya APBD yang dialokasikan untuk belanja publik? MAS (Masyarakat Aman Sejahtera) rupayanya semua hanya slogan belaka.
Sejak Mamasa dibentuk menjadi daerah otonomi baru, melalui UU Nomor 11 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Mamasa dan Kota Palopo, kita hampir tak menemukan terobosan-terobosan pemerintah Mamasa dalam memajukan dan mensejahterakan masyarakatnya, walaupun sejak pembentukannya kita sudah menyadari bahwa kita amat jauh tertinggal dari daerah-daerah lain. Kerja-kerja mereka sebatas pekerjaan rutinitas, yang sifatnya mekanis dan prosedural.
Cita-cita luhur pembentukan Kabupaten Mamasa, sekedar jargon semata yang dibungkus dalam visi dan misi dari masa ke masa. Jangankan kebijakan-kebijakan produktif dan visioner, pelayanan dasar saja yang merupakan kewajiban mutlak suatu daerah otonom juga tak memberi dampak yang signifikan.
Tapi rakyat Mamasa masih punya harapan, ada janji kampanye pasangan terpilih periode 2018-2023 yang dimanifestasikan dalam lima janji utama. Disinilah harapan sebagian rakyat digantungkan, berharap kelak mereka hidup harmonis. Namun sayang satupun rasa-rasanya tak berwujud.
Pada sektor pendidikan misalnya, kita masih sangat mudah menjumpai sekolah yang hampir tak terurus, honor para guru jangankan memenuhi upa minimum sesuai dengan yang diatur didalam undang-undang, standar kelayakan saja jauh dari kata ideal. Belum lagi gaji dacil, gaji 13, gaji sertifikasi para guru yang sering bermasalah tapi sampai sekarang juga tak perna diusut tuntas.
Sementara untuk kesehatan, kita menemukan RSUD yang dibangun dengan menghabiskan uang rakyat miliaran rupiah tapi hampir tak memberi dampak yang signifikan. Rakyat masih enggan mempercayai menjadikannya sebagai rumah sakit rujukan untuk berobat, yang ada justru rumah sakit tetangga yang laku dan ramai penghuni. Dalilnya selalu ada-ada saja. "Ya kan masyarakat sudah digratiskan kesehatannya dengan BPJS". Ya tapi yang ada BPJS (Badan Pegal Jiwa Sengsara). Berobat gratis tapi tak menyembuhkan untuk apa? Yang ada hati yang penuh ratap tangis. Ibarat kapten pesawat tempur yang diberi pesawat tempur oleh komandannya tapi tak diberi peralatan perang yang mempuni untuk melumpuhkan para musuh.
Belakangan terakhir ini lini masa (Grub Facebook: WtM) disuguhi banyak keluhan masyarakat Mamasa berkaitan dengan kelangkaan pupuk subsidi pertanian. Hal ini sangat kontraproduktif dengan program perioritas pasangan bupati dan wakil bupati terpilih, belum lagi beberapa hari yang lalu bupati Mamasa mewacanakan ketahanan pangan di Mamasa. Mungkin inilah prestasi yang sering dibanggakan selama ini yaitu WTP (Wajar Tanpa Pupuk)
Sementara itu program pembangun jaringan listrik dan internet, tapi di kecamatan Nosu saja sampai sekarang masih banyak rumah-rumah warga yang tidak teraliri listrik. Jangankan listriknya, meterannya saja sampai sekarang belum terpasang sekalipun mereka sudah membayar uang pemasangan. Untuk jaringan internet, yang masih lebih dari separuh daerah Mamasa yang belum bisa mengakses internet, sementara sudah hampir 3 tahun setelah dilantik janji yang dibalut dengan visi dan misi ini diumbar disegala kesempatan. Mereka lalu menjawab, di Lambanan tower sudah dibangun, dan kecamatan Sesenapadang "katanya" dalam tahun ini akan menjadi prioritas, dan ujungnya semuanya sekedar wacana. Lalu yang lain berteriak dan mengatakan daerah Pana, Tabang, Nosu, Balla, Tawalian dan kecamatan lain di Mamasa juga butuh jaringan internet.
Program pembukaan lapangan kerja baru, yang sudah hampir lebih dari separuh masa jabatan tak kunjung juga ada realisasinya. Bagaimana bisa direalisasikan pelaku-pelaku usaha yang seharusnya membuka lowongan kerja tapi mereka tidak diberi stimulus, baik dari sisi kebijakan anggaran maupun relaksasi aturan dunia usaha. Diperburuk lagi dengan keterbatasan pemda Mamasa dalam merancang kebijakan untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Sementara itu untuk program pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan juga tak karuan. Proyek pembangunan infrastruktur yang dibiayai dari dana APBD Mamasa juga tidak luput dari sorotan masyarakat. Pekerjaan asal-asalan, penentuan lokasi pembangunan proyek (pasar Barra-Barra, pasar Malakbo, jalan ke Masewe Nosu, dll) dan proyek-proyek yang dibagi dalam porsi sekecil mungkin. Ibarat kue ulang tahun yang dibagi habis sekedar yang hadir dapat jatah.
Pembangunan infrastruktur bagi masyarakat Tandalangan Tandasau sebagai wujud keberpihakan pemda Mamasa kepada mereka yang tidak perna ada habisnya dijanji, juga menuai sorotan. Semenjak diadvokasi mulai tahun 2019 ke pemda Mamasa, pengalokasian anggaran untuk jalan Tabone Nosu Pana (TNP) sampai saat ini tidak sepeserpun dari anggaran pokok APBD Mamasa yang dialokasikan ke jalan tersebut. Padahal status jalanan ini sampai sekarang adalah status jalan strategis provinsi. Masyarakat TNP harus tahu tentang hal, karena kita menolak lupa.
#Dirgahayu Mamasa 19 Tahun
#Berharap Hari2 Kedepan Akan Semakin Cerah.
Posting Komentar